Culture shock, atau gegar budaya, adalah kondisi di mana seseorang mengalami perasaan cemas, bingung, atau stres ketika berada di lingkungan baru dengan budaya yang berbeda dari yang biasa mereka jalani.
hariera.NET – Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh antropolog Kalervo Oberg pada tahun 1960 untuk menggambarkan ketidaknyamanan yang dirasakan individu saat beradaptasi dengan budaya asing.
Perasaan ini muncul akibat kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan norma, nilai, dan kebiasaan yang berbeda, sehingga individu merasa sulit mengenali apa yang dianggap wajar atau tidak dalam konteks budaya baru tersebut.
Tahapan Culture Shock
Proses gegar budaya biasanya terdiri dari beberapa tahapan yang dialami individu saat beradaptasi dengan lingkungan baru:
- Honeymoon Stage (Tahap Bulan Madu): Pada tahap ini, individu merasa antusias dan tertarik dengan budaya baru. Segala sesuatu tampak menarik dan menyenangkan.
- Negotiation Stage (Tahap Negosiasi): Setelah beberapa waktu, perbedaan budaya mulai dirasakan lebih intens. Individu mungkin mengalami frustrasi, kebingungan, dan homesickness akibat kesulitan berkomunikasi atau memahami kebiasaan setempat.
- Adjustment Stage (Tahap Penyesuaian): Individu mulai belajar dan memahami cara kerja budaya baru, serta menemukan cara untuk beradaptasi. Rasa percaya diri meningkat seiring dengan kemampuan berinteraksi yang lebih baik.
- Mastery Stage (Tahap Penguasaan): Pada tahap ini, individu telah sepenuhnya beradaptasi dan merasa nyaman dalam budaya baru, mampu berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebab Culture Shock
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan culture shock antara lain:
- Perbedaan Bahasa: Kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa setempat dapat menghambat komunikasi dan interaksi sosial.
- Norma Sosial yang Berbeda: Aturan dan ekspektasi sosial yang berbeda dapat membuat individu merasa canggung atau tidak pantas dalam situasi tertentu.
- Perbedaan Nilai dan Keyakinan: Nilai-nilai dasar dan keyakinan yang berbeda dapat menimbulkan konflik internal atau dengan orang lain.
- Perbedaan Gaya Hidup: Perbedaan dalam pola makan, cara berpakaian, etika kerja, dan kebiasaan sehari-hari lainnya dapat menjadi sumber stres.
Cara Mengatasi Culture Shock
Untuk mengurangi dampak negatif dari culture shock, beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain:
- Belajar Tentang Budaya Baru: Mempelajari bahasa, adat istiadat, dan norma sosial sebelum pindah ke lingkungan baru dapat membantu mempersiapkan diri.
- Bersikap Terbuka dan Fleksibel: Menerima perbedaan dengan pikiran terbuka dan bersedia menyesuaikan diri dengan kebiasaan setempat.
- Membangun Jaringan Sosial: Menjalin hubungan dengan penduduk lokal atau komunitas ekspatriat dapat memberikan dukungan emosional dan praktis.
- Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental: Olahraga, pola makan sehat, dan istirahat yang cukup dapat membantu menjaga keseimbangan emosi.
- Tetap Terhubung dengan Rumah: Komunikasi rutin dengan keluarga dan teman di rumah dapat memberikan rasa nyaman dan dukungan.
Serial “Culture Shock” sebagai Representasi
Fenomena culture shock tidak hanya menjadi kajian akademis, tetapi juga diangkat dalam berbagai karya seni, termasuk serial televisi. Salah satu serial terbaru yang mengangkat tema ini adalah “Culture Shock,” yang tayang perdana di VISION+ pada 21 Februari 2025.
Serial ini menceritakan perjalanan Riko, seorang remaja berusia 17 tahun dari Muara Enim, Palembang, yang merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di SMA bergengsi. Keputusan ini diambil demi masa depan yang lebih baik, dengan harapan mendapatkan pendidikan yang lebih berkualitas.
Sinopsis “Culture Shock”
Riko, diperankan oleh Ajil Ditto, adalah seorang remaja yang tumbuh di lingkungan sederhana di Muara Enim. Setelah mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di SMA nasional di Jakarta, ia harus meninggalkan kampung halamannya dan beradaptasi dengan kehidupan kota metropolitan yang serba cepat dan penuh tantangan.
Di sekolah barunya, Riko menghadapi berbagai perbedaan budaya yang signifikan. Mulai dari gaya hidup, cara berpakaian, hingga pola pikir teman-teman sebayanya yang berbeda dengan apa yang ia kenal sebelumnya.
Salah satu teman yang membantunya beradaptasi adalah Sabrina, diperankan oleh Davina Karamoy, yang menjadi satu-satunya gadis yang mau menerima Riko apa adanya.
Serial ini tidak hanya mengangkat tema romansa remaja, tetapi juga menyajikan drama keluarga, pertemanan, dan eksplorasi isu-isu tabu yang relevan bagi generasi Z. Melalui perjalanan Riko, penonton diajak untuk memahami dinamika sosial dan emosional yang terjadi ketika seseorang mencoba beradaptasi dengan lingkungan dan budaya yang baru.
Relevansi “Culture Shock”
Serial “Culture Shock” memberikan gambaran nyata tentang bagaimana gegar budaya dapat mempengaruhi kehidupan individu, khususnya remaja yang sedang berada dalam fase pencarian jati diri.
Perpindahan dari lingkungan yang homogen ke lingkungan yang heterogen menuntut kemampuan adaptasi yang tinggi. Riko harus menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perbedaan bahasa gaul, norma sosial, hingga tekanan untuk menyesuaikan diri.